html hit counter Menghilangkan Kesenjangan dan Meningkatkan Literasi: Bertanya sebagai Golden Habit - Universitas Dian Nusantara

Menghilangkan Kesenjangan dan Meningkatkan Literasi: Bertanya sebagai Golden Habit

Dilihat : 11
09 Juni 2025

“Kita tidak boleh berhenti bertanya, kita tidak boleh berhenti mencari kebenaran, dan tidak boleh berhenti memperjuangkan apa yang benar.”
— Alain Badiou

Manusia dianugerahi akal — kemampuan berpikir yang membedakan kita dari makhluk lainnya. Lewat akal, kita dapat menganalisis, menyimpulkan, dan yang paling penting: bertanya. Bertanya bukan sekadar rutinitas, melainkan wujud dari nalar aktif dan hasrat manusia untuk memahami dunia.

Budaya bertanya tidak terbatas pada ruang akademik, melainkan hadir dalam hampir seluruh aspek kehidupan. Bertanya menjadi jembatan menuju pemahaman yang lebih dalam, dan pada skala yang lebih luas, menjadi bagian penting dalam pencarian kebenaran dan pembentukan ilmu pengetahuan.

Manusia, sebagai makhluk dengan rasa ingin tahu alami, memerlukan ruang untuk mengonfirmasi, menguji, dan menantang berbagai gagasan — bahkan terhadap konsep yang sudah mapan. Namun, realitas sosial sering kali tidak mendukung. Ungkapan seperti “ngapain nanya?” atau “gak usah kepo” membuat sebagian orang enggan bertanya, khawatir dianggap menyela, mencampuri, atau membuang waktu.

Padahal, bertanya adalah kebiasaan emas (golden habit) yang perlu terus dirawat. Berikut beberapa manfaat utamanya:

1. Menghindari Misinformasi dan Kekeliruan Logika Pepatah Latin "cum ergo hoc, propter hoc" mengingatkan bahwa korelasi tidak selalu berarti sebab-akibat. Dalam era informasi yang sangat cepat dan sering kali tidak tersaring, kemampuan bertanya menjadi kunci untuk menyaring data, menolak hoaks, dan melatih logika yang sehat.

2. Mengasah Nalar Kritis dan Adaptif terhadap Teknologi Saat hasil sering dianggap lebih penting daripada proses, budaya bertanya mengajarkan kita untuk tidak hanya menerima jawaban, melainkan juga menelusuri akar persoalan. Ini menjadi penting dalam menghadapi teknologi seperti AI: bukan sekadar menggunakannya, tetapi juga memahami dan mengkritisi output-nya secara sadar.

3. Membangun Ruang Belajar yang Interaktif Pertanyaan mendorong keterlibatan. Mereka yang bertanya menunjukkan sikap proaktif dan membuka ruang diskusi. Dari sinilah relasi intelektual terbentuk — antara mahasiswa, dosen, maupun antar-rekan sejawat — menciptakan iklim belajar yang hidup dan kolaboratif.

4. Memicu Refleksi dan Pertumbuhan Pribadi Pertanyaan yang baik tidak hanya diarahkan keluar, tetapi juga ke dalam diri. Ia memantik introspeksi dan membongkar asumsi-asumsi lama. Bertanya menjadi cara kita menyadari posisi diri, memotivasi perubahan, dan bahkan memetakan ulang arah hidup.

5. Mempelajari Kehidupan Sosial melalui Studi Kasus Melalui pertanyaan terhadap situasi atau tragedi di sekitar, kita bisa menumbuhkan empati dan kesadaran. Bukan untuk menghakimi, melainkan untuk memahami dan mencegah. Dalam konteks ini, bertanya menjadi alat pembelajaran sosial yang sangat kuat — membentuk kepekaan dan kesiapan menghadapi kemungkinan serupa dalam hidup kita sendiri.

6. Bertanya menunjukan Rasa Empati Diluar pembahasan akademik ataupun profesional, bertanya juga merupakan salah satu simbol yang menunjukan kepekaan sosial antar manusia. Bertanya terkait hobby, motivasi, maupun hal terkecil sekalipun seperti kesehatan - menunjukan fungsi bertanya sebagai perwujudan empati.

Meski membawa banyak manfaat, tidak semua pertanyaan layak disampaikan kapan saja. Etika dalam bertanya penting untuk menjaga keharmonisan dan kenyamanan dalam berkomunikasi. Beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan:

1. Hormati Privasi Hindari pertanyaan yang menembus ranah pribadi, terutama tanpa kedekatan atau izin. Pertimbangkan latar belakang sosial, budaya, dan emosi orang yang ditanya.

2. Hindari Pertanyaan Menjebak Pertanyaan yang bernada menyudutkan, mempermalukan, atau menguji secara negatif, apalagi di ruang publik, hanya akan menciptakan suasana tidak sehat. Bangun dialog, bukan serangan.

3. Tunjukkan Minat dan Ketulusan Bertanya karena benar-benar ingin tahu akan terasa lebih tulus dan disambut baik. Ini juga memberi ruang bagi orang-orang yang biasanya pasif untuk ikut terlibat.

4. Perhatikan Nada dan Ekspresi Pertanyaan yang sama bisa terasa berbeda jika disampaikan dengan nada tinggi, mimik sinis, atau gestur agresif. Gunakan komunikasi non-verbal yang mendukung suasana terbuka dan saling menghargai.

5. JANGANLAH jadikan pertanyaan yang muncul sebagai justifikasi Terkadang ketika melihat kemalangan lingkungan disekitar, kita akan menjadi overcritical yang akhirnya berpotensi menghalangi diri dalam mencoba hal baru. Ingat mempertanyakan apa yang dialami orang lain memang diperbolehkan, namun jangan jadikan pertanyaan yang timbul ketika pengalaman pahit sebagai mekanisme pertahanan diri dalam mencari pengalaman hidup.

Budaya bertanya adalah fondasi dari budaya belajar yang sehat dan dinamis. Baik di lingkungan akademik, sosial, maupun profesional, keberanian dan kemampuan untuk bertanya membuka banyak peluang: untuk memahami, terhubung, dan bertumbuh. Maka, jangan biarkan rasa takut atau tekanan sosial meredam suara rasa ingin tahu kita.

(Kornelia Johana Dacosta / Humas UNDIRA)

Press Contact :

Biro Humas & Sekretariat Universitas Dian Nusantara

[email protected]

Facebook : www.facebook.com/undiraofficial
Instagram : www.instagram.com/undiraofficial
Twitter : www.twitter.com/undiraofficial
www.undira.ac.id

Lainnya

Kampus Tanjung Duren

Jln. Tanjung Duren Barat II No. 1

Grogol, Jakarta Barat. 11470

Kampus Green Ville

JIn. Mangga XIV No. 3

Kampus Cibubur

Jln. Rawa Dolar 65

Jatiranggon Kec. Jatisampurna, Bekasi. 17432