Pahlawanku, Teladanku: Melanjutkan Pendidikan Karakter di Zaman Modern dengan Ajaran Ki Ageng Suryomentaram
Kawan UNDIRA, sesaat lagi kita akan kembali memperingati Hari Pahlawan Nasional. Sesuai dengan tema Hari Pahlawan tahun 2025 ini, yaitu "Pahlawanku Teladanku, Terus Bergerak Melanjutkan Perjuangan," kita diingatkan bahwa menjadi pahlawan bukan hanya soal masa lalu.
Setiap tanggal 10 November, kita tidak hanya mengenang sejarah, tetapi juga diajak untuk menanamkan kembali kesadaran akan arti perjuangan yang telah mereka wariskan. Para pahlawan mewariskan pemikiran yang bisa menjadi panduan hidup bagi kita.
Kali ini, kita akan mengenal salah satu pahlawan yang mungkin jarang terdengar, namun gagasannya sangat penting untuk zaman sekarang: Ki Ageng Suryomentaram.
Ki Ageng Suryomentaram lahir di Keraton Yogyakarta pada 20 Mei 1892 dengan nama Bendoro Raden Mas Kudiarmaji. Beliau adalah putra Sri Sultan Hamengkubuwono VII. Walaupun seorang pangeran, beliau punya rasa ingin tahu yang besar dan akhirnya memilih hidup sederhana bersama rakyat biasa.
Semasa hidupnya, beliau ikut mengusulkan pendidikan militer untuk pendirian tentara PETA. Namun, jasa utamanya yang paling dikenang adalah perannya sebagai Guru Kehidupan dan Pelopor Pendidikan Budi Pekerti Bangsa.
Cara mendidiknya unik. Beliau tidak mendirikan sekolah resmi. Beliau memilih mendidik masyarakat secara langsung lewat diskusi terbuka dan gotong royong, mengajarkan ilmu kehidupan yang paling mendasar.
Warisan pemikiran Ki Ageng Suryomentaram yang paling terkenal adalah “Kawruh Jiwa”. Ini adalah sebuah ilmu untuk 'mengenal diri' kita sendiri secara mendalam.
Inti ajarannya adalah bahwa pendidikan tidak boleh hanya mengejar nilai pelajaran. Yang paling diutamakan adalah pengembangan budi pekerti. Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati tidak didapat dari harta benda, jabatan, atau pujian orang lain. Kebahagiaan sejati justru datang dari pemahaman dan penerimaan tulus terhadap diri kita sendiri.
"Kawruh Jiwa" mengajarkan manusia untuk memahami dan mengelola perasaan serta keinginannya sendiri. Ajaran ini menuntun kita untuk jujur melihat ke dalam diri, sehingga akhirnya kita bisa melihat dunia luar dengan lebih bijaksana.
Gagasan Ki Ageng Suryomentaram menjadi sangat penting ketika kita melihat keadaan zaman modern sekarang. Zaman modern, dengan segala kemajuan teknologi dan budaya serba cepat, justru membuat pendidikan budi pekerti menjadi lebih sulit. Sebagaimana yang kita pahami, disamping memberikan kenyamanan, modernitas juga turut ditandai dengan:
-
Budaya Serba Cepat dan Butuh Pengakuan: Media sosial sering membuat harga diri kita diukur dari jumlah "likes" atau pujian orang lain. Ini sangat berlawanan dengan ajaran "mengenal diri".
-
Hustle Culture: Tuntutan hidup yang tinggi dan budaya kerja keras terus-menerus membuat banyak orang lupa waktu untuk merenung. Manusia menjadi sibuk, tapi jiwanya terasa kosong.
-
Mementingkan Harta Benda: Kesuksesan sering diartikan sebagai punya banyak uang atau barang mewah. Ini mendorong orang mengejar "keinginan" tanpa memahami "kebutuhan" jiwanya.
Akibatnya, banyak orang, terutama anak muda, merasa "asing" dengan dirinya sendiri. Pendidikan di sekolah mungkin berhasil membuat orang pintar dalam pelajaran, namun gagal membentuk manusia yang utuh budi pekertinya, tenang jiwanya, dan bijak dalam bertindak.
Di sinilah letak pentingnya pendidikan moral dan budi pekerti ajaran Ki Ageng Suryomentaram. "Kawruh Jiwa" menawarkan penyeimbang yang kuat untuk dampak buruk zaman modern.
-
Melawan Gaya Hidup Boros: Ajaran ini mengingatkan bahwa kebahagiaan sejati datang dari dalam. Dengan "mengenal diri", kita tidak akan mudah diperbudak oleh tren atau keinginan punya barang mewah yang tidak ada habisnya.
-
Mengatasi Masalah "Butuh Pengakuan": "Kawruh Jiwa" mengajarkan kita untuk menemukan harga diri dari dalam, bukan dari pujian orang lain. Ini adalah dasar karakter yang kuat.
-
Mengutamakan Ketenangan Batin: Di tengah budaya serba sibuk, ajaran ini mendorong kita berhenti sejenak dan melihat ke dalam diri. Ketenangan jiwa inilah yang melahirkan kebijaksanaan.
Ki Ageng Suryomentaram menunjukkan bahwa ilmu sejati tidak harus datang dari istilah-istilah yang rumit, melainkan dari kesederhanaan, kepekaan sosial, dan kemauan untuk jujur pada diri sendiri.
Warisan Ki Ageng Suryomentaram di Hari Pahlawan ini mengingatkan kita akan inti perjuangan yang berbeda. Jika pahlawan kemerdekaan berjuang secara fisik, maka perjuangan kita saat ini adalah: mengasah nilai-nilai kebaikan untuk menjaga kesehatan jiwa di tengah tantangan zaman modern, karena salah satu langkah awal dalam meraih kemerdekaan, dimulai dari dalam diri kita masing-masing.
Sumber Referensi:
Nusantara Institute - Ajaran dan Filosofi Rasa Ki Ageng Suryomentaram
(Kornelia Johana Dacosta / Humas UNDIRA)
Press Contact :
Biro Humas & Sekretariat Universitas Dian Nusantara
Facebook : www.facebook.com/undiraofficial
Instagram : www.instagram.com/undiraofficial
Twitter : www.twitter.com/undiraofficial
www.undira.ac.id
Kampus Tanjung Duren
Jln. Tanjung Duren Barat II No. 1
Grogol, Jakarta Barat. 11470
Kampus Green Ville
JIn. Mangga XIV No. 3
Kampus Cibubur
Jln. Rawa Dolar 65
Jatiranggon Kec. Jatisampurna, Bekasi. 17432