Dampak AI: Menjawab Tantangan atau Menciptakan Masalah Baru?

Sebelum era Internet of Things (IoT) seperti sekarang, kecerdasan buatan (AI) hanya berupa program sederhana yang digunakan dalam permainan catur atau video game klasik seperti Minesweeper dan Space Invaders. Perkembangan AI berawal pada tahun 1950, saat Alan Turing, seorang matematikawan dan analis komputer Inggris, menerbitkan konsep "Computing Machinery and Intelligence" serta memperkenalkan Tes Turing—sebuah metode untuk menilai apakah mesin dapat memahami dan meniru bahasa manusia.
Seiring waktu, AI berkembang dengan variasi yang unik di berbagai bidang. Dalam edukasi dan riset, hadir ChatGPT dan Deepseek sebagai asisten berbasis teks. Di bidang perangkat genggam (handheld) AI seperti Bixby (Samsung), Gemini (Google), Copilot (Microsoft), dan Apple Intelligence telah diterapkan untuk meningkatkan pengalaman pengguna. Bahkan Integrasi AI sudah bercabang pada otomasi peralatan lainnya seperti penyedot debu, lampu, dan bahkan kendaraan pribadi (Tesla dan BMW).
Di dunia keuangan, AI telah menjadi alat analisis yang penting. Platform seperti TradingView atau Stockbit memanfaatkan AI untuk menilai neraca perdagangan dan membantu trader mengambil keputusan berdasarkan perhitungan matematis, mengurangi bias manusia dalam investasi.
Meski AI memberikan banyak manfaat, keberadaannya juga menimbulkan tantangan dan menggugat hak etnis beberapa kalangan. Dalam industri seni dan hiburan, keberadaan AI seperti; deepfake, LeonardoAI, dan ChatGPT (melalui Ghibli Artstyle Trend) telah memicu kontroversi di kalangan seniman. Beberapa seniman menganggap AI sebagai inovasi yang menarik, sementara yang lain melihatnya sebagai ancaman terhadap kreativitas manusia.
Dalam sebuah wawancara dengan NDTV World, Hayao Miyazaki, salah satu pendiri Studio Ghibli, mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap karya yang dihasilkan AI: "Saya tidak bisa menemukan hal yang menarik dari ini. Siapapun yang menciptakan karya AI tidak memahami makna rasa sakit yang sesungguhnya. Ini adalah penghinaan terhadap kehidupan itu sendiri."
AI juga memiliki peran penting dalam keamanan siber, terutama dalam deteksi ancaman secara real-time. Pada kala ini terutama dimana cyber security menjadi aset utama yang harus dipelihara oleh pemerintah, AI menjadi supporter berharga dalam pengawasan dan perlindungan negara. Namun bagi oknum tidak bertanggungjawab, AI juga bisa digunakan untuk eksploitasi Zero-Day Vulnerabilities—celah keamanan yang belum diketahui oleh pengembang. Keberadaan malware seperti Virus Trojan dapat menyusup ke jaringan penting, merusak infrastruktur nasional, dan membahayakan data publik.
Menanggapi nilai plus dan minus yang dimiliki AI, Dr. Charles Lim, ahli keamanan siber, kelemahan terbesar dalam sistem keamanan bukanlah teknologi itu sendiri, tetapi faktor manusia. Kelalaian, kesalahan operasional, dan kurangnya sosialisasi protokol keamanan sering kali membuka peluang bagi peretas untuk menyerang.
Dalam rangka meminimalisir adanya penyalahgunaan sumber data, Indonesia juga sempat mensahkan regulasi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Pengesahan UU tersebut tidak hanya mendorong penggunaan AI yang lebih etis dan bertanggungjawab, namun juga mendorong perkembangan AI tanpa mengorbankan privasi atau hak asasi manusia.
Bahkan di negara lain seperti Amerika, terdapat sebuah serikat pekerja di bidang entertainment yang melawan penyalahgunaan teknologi AI di industri hiburan dengan melindungi hak-hak para aktor, pengisi suara, dan pekerja seni lainnya dari eksploitasi digital - yakni SAGAFTRA. SAGAFTRA menuntut adanya regulasi ketat terhadap penggunaan AI oleh studio-studio besar, termasuk keharusan izin eksplisit dan kompensasi yang adil jika data atau citra artis digunakan oleh sistem kecerdasan buatan.
Pengembangan AI tidak hanya berfokus pada peningkatan kemampuannya, namun sosialisasi kepada para pengguna juga dapat mempengaruhi pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pendekatan yang lebih etis, mindful, bijaksana, penuh dengan kejujuran dan tanggung jawab, AI dapat menjadi alat yang mendukung kesejahteraan manusia tanpa mengabaikan aspek originalitas dan keselamatan.
(Sekar Ayu / Humas UNDIRA)
Press Contact :
Biro Humas & Sekretariat Universitas Dian Nusantara
Facebook : www.facebook.com/undiraofficial
Instagram : www.instagram.com/undiraofficial
Twitter : www.twitter.com/undiraofficial
www.undira.ac.id

Kampus Tanjung Duren
Jln. Tanjung Duren Barat II No. 1
Grogol, Jakarta Barat. 11470
Kampus Green Ville
JIn. Mangga XIV No. 3
Kampus Cibubur
Jln. Rawa Dolar 65
Jatiranggon Kec. Jatisampurna, Bekasi. 17432