Dikala anda menempuh perjalanan panjang, ketahuilah akan ada pohon yang selalu menawarkan tempat untuk bersandar. Pohon itu bukan sekadar pelindung dari panas, melainkan simbol kelegaan dan pemulihan bagi setiap pengelana yang lelah. Begitulah keluarga dalam hidup kita. Kehadiran keluarga dalam hidup menunjukan keutuhan, keberlanjutan, dan kekuatan yang menyertai manusia dalam setiap fase kehidupannya.

Dalam momentum Hari Keluarga Nasional yang diperingati setiap 29 Juni, marilah kita kembali menengok kehadiran keluarga—bukan hanya sebagai pelengkap hidup, melainkan sebagai singgasana, ruang pendidikan pertama, dan sumber motivasi yang terus menyala di sepanjang jalan kehidupan.

Lebih dari sekadar ikatan darah, keluarga adalah tempat di mana seseorang merasa "ada", "berarti", dan "diterima". Melalui keluarga, kita pertama kali belajar tentang nilai, norma, komunikasi, hingga bagaimana mengelola emosi dan empati.

Namun, konsep keluarga tak selalu terbatas pada struktur tradisional. Dalam kehidupan modern, hubungan emosional yang kuat dengan sahabat, komunitas, atau individu yang kita percayai seringkali membentuk apa yang disebut sebagai “keluarga sosial”. Meski demikian, tidak ada sosok yang benar-benar mampu menggantikan peran keluarga asli sebagai ruang aman dalam hidup manusia.

Dalam dunia pendidikan yang dinamis dan kompetitif, baik mahasiswa maupun dosen tak luput dari tekanan dan burnout - yang membuat anda mencapai titik terendah. Pada titik inilah kehadiran keluarga dapat menjadi sumber ketenangan dan pemulihan diri. Umberson & Montez (2010) dalam Journal of Health and Social Behavior menyatakan bahwa dukungan emosional dan sosial dari keluarga memiliki hubungan langsung dengan peningkatan well-being, ketahanan terhadap stres, serta semangat hidup yang lebih stabil.

Bahkan, hanya dengan kalimat kecil seperti “semangat ya,” sampai dengan acts of service sederhana berupa tepukan ringan di bahu, keluarga mampu menyalakan kembali harapan yang redup.

Lebih jauh, keluarga juga merupakan pondasi pendidikan karakter. Kehadiran keluarga sebagai pendidik sejak usia dini mengajarkan berbagai nilai luhur seperti; sopan santun, kejujuran, tanggung jawab, dan kerja keras. Maka tak berlebihan bila dikatakan jika keluarga adalah sekolah pertama sebelum seseorang mengenal bangku kelas sampai dengan Perguruan Tinggi.

Keluarga juga menjadi sumber daya spiritual dan motivasional. Keluarga menjadi dorongan seseorang untuk berusaha lebih keras, belajar lebih tekun, dan berdoa lebih sungguh-sungguh. Setiap pekerjaan, doa, dan ilmu yang Anda perjuangkan hari ini bukanlah upaya yang sia-sia—adalah bekal berharga untuk membangun masa depan, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk keluarga yang Anda miliki kini atau kelak.

Hari Keluarga Nasional bukan sekadar perayaan simbolik, melainkan ajakan untuk pulang—memulangkan diri kita sejenak ke rumah dan keluarga yang memberikan ketenangan, pulang kepada relasi yang menguatkan, dan pulang kepada tempat di mana kita benar-benar menjadi diri sendiri. Di tengah dunia yang semakin kompleks, cepat, dan kadang melelahkan, kehadiran keluargalah yang menjaga kita tetap utuh dan punya arah.

Mari kita jaga, rawat, dan hidupkan kembali nilai-nilai keluarga—bukan hanya dalam bentuk rumah yang berdinding, tetapi dalam relasi yang saling menguatkan. Karena pada akhirnya, keluarga adalah tempat di mana segala perjuangan kita bermuara.

(Kornelia Johana Dacosta / Humas UNDIRA)

Press Contact :

Biro Humas & Sekretariat Universitas Dian Nusantara

[email protected]

Facebook : www.facebook.com/undiraofficial
Instagram : www.instagram.com/undiraofficial
Twitter : www.twitter.com/undiraofficial
www.undira.ac.id