Kita Sudah Merdeka, Tapi Apa Kita Sudah Bangkit? Dari Budi Utomo ke Digitalisasi: Kebangkitan Nasional di Era Generasi Z

Pada tanggal 20 Mei, bangsa Indonesia kembali mengenang satu tonggak penting dalam sejarah perjuangan bangsa—Hari Kebangkitan Nasional. Tanggal ini tidak hanya menandai lahirnya organisasi Boedi Oetomo pada tahun 1908 oleh Dr. Soetomo dan rekan-rekannya, tetapi juga menjadi pengingat pentingnya kesadaran kolektif bahwa pendidikan, persatuan, dan semangat perubahan adalah fondasi masa depan negeri.
Namun dalam perjalanannya, makna kebangkitan sering kali meredup di balik formalitas peringatan. Pertanyaannya kemudian: apakah semangat kebangkitan itu masih hidup dalam keseharian kita? Apakah kita sebagai bangsa benar-benar terus bergerak maju, ataukah mulai terlena oleh rutinitas dan simbol-simbol yang kehilangan rohnya?
Saat ini, dunia telah berubah menjadi ruang kompetisi yang sangat kompleks. Digitalisasi, tekanan sosial, ketimpangan ekonomi, dan percepatan gaya hidup membentuk lanskap baru yang menuntut ketahanan mental dan kemampuan adaptasi yang tinggi.
Generasi Z, yang lahir dan tumbuh di tengah era digital, membawa karakteristik yang unik. Mereka melek teknologi, adaptif, dan berpikir cepat. Akses terhadap ilmu pengetahuan dan peluang global terbuka begitu luas bagi mereka. Namun di sisi lain, mereka juga menghadapi tekanan tersendiri: kelelahan mental, overload informasi, dan beban ekspektasi yang kadang membingungkan arah hidup.
Perlu diakui, dalam proses mencari jati diri dan posisi di masyarakat, muncul berbagai ekspresi yang kadang dianggap “berlebihan” atau “serba ingin cepat”. Namun di balik dinamika itu, kita sesungguhnya melihat sebuah generasi yang tengah berjuang menemukan keseimbangan antara potensi dan realitas. Mereka tidak lepas dari kritik, tapi mereka juga butuh ruang untuk belajar dan berkembang.
Berlanjut dari perkembangan budaya sosial media, semakin sering kita melihat perbincangan di ruang publik—baik di media sosial maupun akademik—tentang kesenjangan. Bukan hanya dalam arti ekonomi, tetapi juga akses terhadap pendidikan, informasi, dan kesempatan. Berangkat dari sekedar sindiran Internet, fenomena tersebut kian berevolusi menjadi stratifikasi sosial yang dapat mempengaruhi persepsi dan psikis masyarakat.
Selain itu, sikap skeptis terhadap produk lokal, kurangnya apresiasi terhadap potensi dalam negeri, serta kecenderungan mengukur nilai dari tampilan luar, menunjukkan bahwa kita masih menghadapi tantangan dalam membangun rasa percaya—baik antarindividu, antargenerasi, maupun antara masyarakat dengan institusi.
Tantangan besar terakhir yang juga sering dibicarakan adalah pesatnya perkembangan teknologi, khususnya kecerdasan buatan (AI), yang memunculkan kekhawatiran tersendiri. Tidak sedikit yang merasa khawatir tentang masa depan pekerjaan, relevansi keterampilan, dan makna kontribusi manusia dalam sistem yang serba otomatis.
Walaupun terdapat berbagai rintangan dari berbagai sudut, justru disinilah narasi kebangkitan dapat diperkuat: bahwa manusia, dengan empati, nilai, dan kreativitas nya, tetap menjadi pusat dari perubahan. AI bisa menjadi alat yang mempercepat kemajuan, jika dimaknai dan dikelola secara bijaksana.
Indonesia tidak kekurangan sumber daya. Kekayaan alam, keragaman budaya, dan kekuatan solidaritas sosial adalah modal besar yang tidak dimiliki semua negara. Yang kita butuhkan adalah kesadaran kolektif untuk menjaga dan mengelola kekayaan tersebut demi generasi mendatang.
Generasi muda hari ini, terutama Gen Z, adalah generasi yang dibentuk oleh zaman yang serba cepat dan kompleks. Namun justru karena itu, mereka memiliki daya imajinasi dan kreativitas yang bisa menjadi arsitek perubahan negara. Mereka memahami tren global, punya kepekaan sosial, dan yang paling penting—mereka membawa identitas yang otentik, yang tidak bisa digantikan sepenuhnya oleh mesin.
Boedi Oetomo tidak membawa kemerdekaan dalam semalam. Beliau memantik kesadaran, menyalakan percikan perubahan yang terus menyala hingga hari ini. Maka semangat kebangkitan bukanlah milik masa lalu saja, tetapi tugas lintas generasi. Berbanding terbalik dengan revolusi - Kebangkitan bukanlah suatu peristiwa, melainkan proses.
Hari Kebangkitan Nasional merupakan pengingat bahwa bangsa yang besar bukan hanya dibangun oleh kekuatan, tetapi oleh kepercayaan—kepada diri sendiri, kepada sesama, dan kepada masa depan. Selamat Hari Kebangkitan Nasional. Mari bangkit bersama—dengan empati, kepercayaan, dan semangat untuk terus belajar.
(Danang Respati Wicaksono / Humas UNDIRA)
Press Contact :
Biro Humas & Sekretariat Universitas Dian Nusantara
Facebook : www.facebook.com/undiraofficial
Instagram : www.instagram.com/undiraofficial
Twitter : www.twitter.com/undiraofficial
www.undira.ac.id

Kampus Tanjung Duren
Jln. Tanjung Duren Barat II No. 1
Grogol, Jakarta Barat. 11470
Kampus Green Ville
JIn. Mangga XIV No. 3
Kampus Cibubur
Jln. Rawa Dolar 65
Jatiranggon Kec. Jatisampurna, Bekasi. 17432