Kawan UNDIRA, Gerakan Pramuka bukan hanya sekadar sebuah aktivitas, tetapi juga mengandung kesan dan pesan yang terbentang melintasi waktu. Jika kita menelusuri kembali sejarah, kepramukaan di Indonesia bermula pada tahun 1912 dengan berdirinya Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO) pada masa penjajahan Belanda. Saat itu, keanggotaan NPO hanya terdiri dari kalangan Belanda tanpa melibatkan kaum pribumi.

Menanggapi ketidakadilan tersebut, Mangkunegara VII mendirikan Javaansche Padvinders Organisatie khusus bagi pemuda pribumi. Organisasi ini kemudian berkembang menjadi berbagai gerakan kepanduan, salah satunya yang masih dikenal hingga kini, yaitu Hizbul Wathan. Perjalanan terus berlanjut hingga pada 14 Agustus 1961, Presiden Soekarno secara resmi meresmikan Gerakan Pramuka Indonesia di Istana Negara, bersama Sultan Hamengkubuwono IX dan Brigadir Jenderal Dr. Aziz Saleh. Tanggal ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Pramuka Nasional.

Awalnya, Pramuka dikenal dengan nama Poromoko (yang berarti “pasukan terdepan dalam pertempuran”), namun kemudian secara resmi dinamakan Pramuka.

Lalu, apa sebenarnya arti “Pramuka”? Apakah sekadar eksplorasi dan kegiatan berkemah yang membawa nuansa relaksasi? Kawan UNDIRA, menurut situs resmi Gerakan Pramuka Indonesia, istilah Pramuka tetap merupakan singkatan dari Praja Muda Karana—yang berarti pemuda yang gemar berkarya dan berkontribusi. Makna inilah yang hingga kini menjadi pedoman gerakan Pramuka.

Di tengah percepatan kemajuan teknologi, ketatnya persaingan industri, dan budaya mencari validasi dalam era Society 5.0—yang perlahan mengikis empati sosial dan mendorong individualisme—semangat Pramuka hadir sebagai obor yang mengingatkan kita bukan hanya pada esensi kehidupan sosial, tetapi juga bagaimana, di era yang terasa tandus ini, kita dapat membentuk diri menjadi pribadi yang berwibawa, manusiawi, dan kolaboratif.

Sebagai pamong sekaligus garda terdepan di tengah masyarakat, Gerakan Pramuka berperan aktif mendorong keterlibatan generasi muda melalui berbagai kegiatan kemanusiaan seperti bakti sosial, pengabdian masyarakat, serta kegiatan pembersihan dan pelestarian lingkungan.

Tidak hanya mengasah keterampilan praktis dan logis, Pramuka membentuk individu menjadi pribadi yang lebih baik. Melalui berbagai kegiatan luar ruang dan kolaboratif—seperti berkemah, atau bahkan sesederhana menyalakan api unggun dan berbagi cerita—Pramuka menanamkan nilai-nilai yang berakar pada kebersamaan dan solidaritas. Ia menjadi kompas yang menuntun generasi muda untuk menjunjung tinggi nilai sosial dan memegang prinsip “memanusiakan manusia,” bukan sekadar melihat sesama sebagai orang asing atau sumber daya yang dapat diganti. Pramuka mengajarkan bahwa kemanusiaan adalah tentang membangun sekaligus memelihara hubungan melalui tantangan, dan kadang, melalui api unggun.

Sebagai kegiatan yang langsung menyegarkan dan memperkuat generasi muda, Pramuka juga menanamkan nilai transparansi, akuntabilitas, dan kerja sama tim. Kegiatan kelompok melatih rasa saling percaya, sementara tantangan lapangan mengasah kepemimpinan dan kemampuan mengelola tim—keterampilan yang sangat dibutuhkan di dunia profesional.

Dengan memadukan pengembangan diri, kewibawaan, kreativitas, dan kepedulian sosial, semangat Pramuka tetap relevan di era modern. Ia mengajarkan bahwa kemajuan pribadi harus berjalan beriringan dengan kemajuan bersama, dan bahwa disiplin, tanggung jawab, serta kepemimpinan—yang tegas namun tetap manusiawi—merupakan bekal penting untuk menghadapi tantangan global berupa degradasi moral.

Sumber Referensi: 

Pramuka Indonesia Scout Movement 

Menggali Nilai-nilai Kemanusiaan Melalui Kegiatan Pramuka., Kumparan.com

(Danang Respati Wicaksono / Humas UNDIRA)